Laporan Pendahuluan Ca Nasofaring, pdf dan doc

Teman sejawat sekalian dimanapun berada, pada postingan kali ini kami bagikan Laporan pendahuluan / LP Ca Nasofaring legkap dari mulai pegertian, fatopisiologi hingga daftar pustaka.

bagi teman - teman yang membutuhkan laporan pendahuluan Ca nasofaring untuk kebutuhan sebagai bahan ataupun referensi pembuatan makalah, penyusunan askep Ca nasofaring disini kami sediakan file Ca nasofaring dalam bentuk doc dan pdf.

untuk mendownload file laporan pendahuluan Ca nasofaring dalam bentuk doc dan pdf silahkan dibawah ini :


isi dari file laporan pendahuluan yang kami bagikan silahkan lihat dibawah ini :

Laporan Pendahuluan Ca Nasofaring

Pengertian Ca Nasofaring

Ca Nasofaring atau Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001)

Etiologi

Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001).

Tanda dan Gejala

Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :

1. Gejala nasofaring

Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor)

2. Gangguan pada telinga

Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)

3. Gangguan mata dan syaraf

Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.

Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.

4. Metastasis ke kelenjar leher

Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat.

Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 147 -148).

Patofisiologi Ca nasofaring

Infeksi EBV terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit B. Mula-mula, glikoprotein (gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein CD21 (reseptor virus) di permukaan limfosit B. Masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B menyebabkan limfosit B menjadi imortal. Namun, mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, terdapat dua reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR (Polimeris Imunoglobin Receptor).6

Sel yang terinfeksi oleh EBV dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu
  • sel yang terinfeksi EBV akan mati dan virus akan bereplikasi
  • EBV yang menginfeksi sel akan mati sehingga sel menjadi normal kembali
  • terjadi reaksi antara sel dan virus yang mengakibatkan transformasi/perubahan sifat sel menjadi ganas sehingga terbentutlah sel kanker.

Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten yaitu EBERs,EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B.6
  • Protein EBNA1 berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten.
  • Protein transmembran LMP2A dan LMP2B à menghambat sinyal tyrosine kinase yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus.
  • Protein transmembran LMP1 (gen yang paling berperan dalam transformasi sel) menjadi perantara sinyal TNF (Tumor Necrosi Factor) dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang meningkatkan proliferasi sel B dan menghambat respon imun lokal.

Pathway nasofaring

Pathway Ca Nasofaring

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosis Ca Nasofaring maka akan dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
  1. Nasofaringoskopi
  2. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.
  3. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
  4. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
  5. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 148 - 149).

Penatalaksanaan Medis
  • Radioterapi merupakan pengobatan utama
  • Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.




Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
  1. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara
  2. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
  3. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).
  4. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup.
  5. Tanda dan gejala :
  • Aktivitas : Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yangmempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas. 
  • Sirkulasi : Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung. 
  • Integritas ego : Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.
  • Eliminasi :Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.
  • Makanan/cairan : Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit. 
  • Neurosensori : Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus 
  • Nyeri/kenyamanan : Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran 
  • Pernapasan : Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan 
  • Keamanan : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit. 
  • Seksualitas : Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan. 
  • Interaksi sosial : Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung

Diagnosa Keperawatan
  1. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi karingan saraf
  2. Gangguan sensori persepsi berubungan dengan gangguan status organ sekunder metastase tumor
  3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah sekunder kemoterapi radiasi
  4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder imunosupresi
  5. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologi, efek radiasi kemoterapi
  6. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral behubungan dengan efek samping agen kemoterapi radiasi.
  7. Gangguan harga diri berhubugan dengan efek samping radioterapi: kehilangan rambut
  8. Konstipasi/diare berhubungan dengan iritasi mukosa GI sekunder kemoterapi
  9. Resiko terhadap perdarahan berhubungan dengan gangguan sistem hematopoetik

Intervensi Keperawatan

Diagnosa. 1

Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi karingan saraf

Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol

Kriteria hasil : mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri.

Intervensi :
  • Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, frekuensi, durasi
  • Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung) dan aktivitas hiburan.
  • Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri (teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi) musik, sentuhan terapeutik.
  • Evaluasi penghilangan nyeri atau kontrol
  • Kolaborasi : berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin, metadon atau campuran narkotik.

Diagnosa. 2

Gangguan sensori persepsi berubungan dengan gangguan status organ sekunder metastase tumor

Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi

Kriteria hasil : mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan

Intervensi :
  • Tentukan ketajaman penglihatan, apakah satu atau dua mata terlibat.
  • Orientasikan pasien terhadap lingkungan
  • Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasi
  • Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur
  • Bicara dengan gerak mulut yang jelas
  • Bicara pada sisi telinga yang sehat

Diagnosa. 3

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah sekunder kemoterapi radiasi

Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.

Kriteria hasil :
  • Melaporkan penurunan mual dan insidens muntah
  • Mengkonsumsi makanan dan cairan yang adekuat
  • Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab
  • Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan

Intervensi :
  • Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi pasien
  • Berikan dorongan higiene oral yang sering
  • Berikan antiemetik, sedatif dan kortikosteroid yang diresepkan
  • Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama dan setelah pemberian obat, kaji masukan dan pengeluaran.
  • Pantau masukan makanan tiap hari.
  • Ukur TB, BB dan ketebalan kulit trisep (pengukuran antropometri)
  • Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan masukan cairan adekuat.
  • Kontrol faktor lingkungan (bau dan panadangan yang tidak sedap dan kebisingan)

Diagnoa. 4

Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder imunosupresi

Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil :
  • Menunjukkan suhu normal dan tanda-tanda vital normal
  • Tidak menunjukkan tanda-tanda inflamasi : edema setempat, eritema, nyeri.
  • Menunjukkan bunyi nafas normal, melakukan nafas dalam untuk menegah disfungsi dan infeksi respiratori

Intervensi
  • Kaji pasienterhadap bukti adanya infeksi :
  • Periksa tanda vital, pantau jumlah SDP, tempat masuknya patogen, demam, menggigil, perubahan respiratori atau status mental, frekuensi berkemih atau rasa perih saat berkemih
  • Tingkatkan prosedur cuci tangan yang baik pada staf dan pengunjung, batasi pengunjung yang mengalami infeksi.
  • Tekankan higiene personal
  • Pantau suhu
  • Kaji semua sistem (pernafasan, kulit, genitourinaria)

Diagnosa. 5

Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologi, efek radiasi kemoterapi

Tujuan : integritas kulit tetap terjaga

Kriteria hasil :

Menunjukkan perubahan yang minimal pada kulit dan menghindari trauma pada area kulit yang sakit

Intervensi :
  • Kaji kulit dengan sering terhadap efek samping kanker
  • Mandikan dengan menggunakan air hangat dan sabun ringan
  • Hindari menggosok atau menggaruk area
  • Anjurkan pasien untuk menghindari krim kulit apapun, bedak, salep apapun kecuali diijinkan dokter.
  • Hindarkan pakaian yang ketat pada aea tersebut
  • Oleskan vitamin A dan D pada area tersebut
  • Tinjau ulang efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi.

Diagnosa. 6

Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral behubungan dengan efek samping agen kemoterapi radiasi

Tujuan : tidak terjadi gangguan pada membran mukosa

Kriteria hasil :
  • Menunjukkan mukosa oral yang bersih dan utuh
  • Tidak menunjukkan adanya ulserasi atau infeksi pada rongga mulut
  • Melaporkan tidak adanya nyeri, kesulitan menelan dan dehidrasi
Intervensi :
  • Kaji kesehatangigi dan hihiene oral secara periodik
  • Kaji rongga mulut tiap hari, perhatikan perubahan pada integritas membran mukosa oral
  • Instruksikan mengenai perubahahn diet misalnya hindari makanan panas atau pedas, anjurkan penggunaan sedotan, mencerna makanan lembut atau diblender.
  • Pantau dan jelaskan tanda-tanda tentang superinfeksi oral
  • Mulai program higiene oral : gunakan pencuci mulut dari salin hangat, larutan pelarut dari hidrogen peroksida, sikat dengan sikat gigi/benang gigi, pertahankan bibir lembab dengan pelumas bibir.

Diagnosa. 7

Gangguan harga diri berhubugan dengan efek samping radioterapi: kehilangan rambut

Tujuan : gangguan harga diri teratasi

Kriteria hasil : Mengungkapkan perubahan gaya hidup tentang perasaan tidak berdaya, putus asa

Intervensi :
  • Tinjau ulang efek samping yang diantisipasi berkenaan dengan pengobatan tertentu
  • Dorong diskusi tentang/pecahkan masalah tentang efek kanker
  • Akui kesulitan yang mungkin di alami
  • Evaluasi struktur pendukung yang ada dan digunakan oleh pasien /orang terdekat
  • Beri dukungan emosi untuk pasien/orang terdekat selama tes diagnostik dan fase pengobatan
  • Gunakan sentuhan selama interaksi

Diagnosa. 8

Konstipasi/diare berhubungan dengan iritasi mukosa GI sekunder kemoterapi

Tujuan : gangguan defekasi tidak terjadi

Kriteria hasil : Mempertahankan konsistensi atau pola defekasi umum

Intervensi :
  • Kaji bising usus, gerakan usus termasuk frekuensi, konsistensi.
  • Pantau masukan dna haluaran serta berat badan
  • Dorong masukan cairan adekuat, peningkatan serat diet, latihan
  • Pastikan diet yang tepat; hindari makanan tinggi lemak, makanan serat tinggi, kafein tinggi.
  • Periksa infeksi bila tidak defekasi selama 3 hari atau distensi abdomen
  • Berikan cairan IV, agen antidiare, laksatif.

Diagnosa. 9

Resiko terhadap perdarahan berhubungan dengan gangguan sistem hematopoetik

Tujuan : perdarahan dapat teratasi

Kriteria hasil :
  • Tanda dan gejala perdarahan teridentifikasi
  • Tidak menunjukkan adanya darah feses, urin atau emesis
  • Tidak menunjukkan perdarahan gusi

Intervensi :
  • Kaji terhadap potensial perdarahan : pantau jumlah trombosit
  • Kaji terhadap perdarahan : petekhie, penurunan Hb Ht, perdarahan dari orifisium tubuh
  • Instruksikan cara-cara meminimalkan perdarahan : gunakan sikat gigi halus, hindari cairan pembilas mulut komersial, hindari makanan yang sulit dikunyah
  • Lakukan tindakan meminimalkan perdarahan : hindari mengukur suhu rektal, hindari suntikan IM, lembabkan bibir dengan petrolatum, mempertahankan masukan cairan
  • Gunakan pelunak feses atau tingkatkan serat dalam diet.S (Doenges, 2000).

Daftar Pustaka
  • Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
  • Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;2000
  • Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
  • R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ; 1997
Demikian file laporan pendahuluan / LP Ca nasofaring kami bagikan. bagi yang berminat atau membutuhkan laporan pendahuluan baik dalam bentuk pdf maupun doc silahkan download pada link yang telah kami sediakan.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Laporan Pendahuluan Ca Nasofaring, pdf dan doc"

Posting Komentar